Our Blog

Perempuan Perkasa

16 Mar 07 21:47 WIB
Potret Penambang Pasir Dan Perempuan Perkasa

WASPADA Online
Perempuan berumur 40 tahun itu bernama Kak Ti, sapaan akrab Darmini Prihatin yang terus berpacu hidup di antara kaum lelaki penambang pasir di sana. Gerak tubuhnya yang gesit diikuti langkah kakinya yang sigap, dua tangannya pun siaga mencengkeram scrup sebagai "senjata" paling berharga dalam hari-harinya mengais rezeki.

Bukan halangan cuaca yang garang, namun, semangat kerja dalam upaya memperoleh rupiah demi sekolahan si buah hati mengharuskannya tetap bertahan di bawah sinaran teriknya matahari. Dia terus mengangkat pasir ke dalam bak truk terbuka, dari tumpukan menggunduk setelah sebelumnya dikeruk di dasar punggung Krueng Tingkeum yang membujur panjang itu.

Terus Berjibaku
Kendati semburan panas sang surya kian berarak di atas langit Desa Blangme, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen pada, Sabtu (10/3) siang itu. Tampak berjejer orang-orang, para kaum lelaki yang juga sedang menjalani rutinitas hari-harinya sebagai penambang pasir.

Perempuan yang berasal dari Pulau Jawa dan telah dikaruniai tiga orang putra-putri hasil buah cinta—kasih bersama lelaki setempat Munzir, 45, ini patut dipuji. Bukan saja kegigihan dalam menjalani profesi seberat ini selayaknya dilakoni para kaum lelaki dewasa. Hal ini dikarenakan kerja yang cukup menantang, berat dan tentunya membutuhkan ekstra tenaga. Selebihnya juga diperlukan cekatan dan sedikit agresif. Bila tidak, jangan harap bisa memperoleh kesempatan karena truk yang masuk ke pusat penambang pasir ini mulai tak sebanding para pekerja lainnya ikut dipenuhi kalangan anak-anak usia sekolahan.

Penuh persaingan, namun berlaku secara fair tanpa meninggalkan satu diantara lainnya.

Dalam bincang-bincang Waspada, Kak Ti mengaku memperoleh angka pendapatan dalam setiap hari mengantongi uang antara Rp. 40 ribu hingga Rp. 50 ribu. "Saya menargetkan tiap hari harus memperoleh uang minimal Rp 35 ribu itu khusus buat biaya anak-anak sekolah," ungkapnya sembari menyeka peluh yang menggulir di wajahnya.

"Sebenarnya keterpaksaan saja saya jalani pekerjaan ini karena tak ada kerja yang lain," sergah Kak Ti yang kemudian menimpali kembali kata-katanya sendiri sekaitan yang digelutinya ini penuh ikhlas, mengingat tiga orang putra-putrinya itu butuh biaya sekolah yang tidak sedikit.

Digambarkan putranya tertua, Amiruddin, 20, kini tengah kuliah untuk menyelesaikan S1 di salah-satu perguruan tinggi di Aceh. Sedangkan putrinya kedua, Yuniarti berumur 17 tahun duduk di bangku SMA dan si bungsu Sri Handayani, 15, sebagai siswi SMP yang juga akan menyelesaikan sekolahnya di tahun ini memerlukan biaya banyak.

Suaminya ikut mencari nafkah sebagai penjual minuman di dekat sungai di mana pusat penambangan pasir di Blangme itu. Di kedai mini seukuran 3x3 meter dalam kondisi bangunan reot beratap rumbia dan berdiding lapuk, sang suami berjualan kopi beserta minuman-minuman dingin lainnya dengan berbagai jenis kue dan nasi bungkus. "Berharap dari dagangan suami samasekali tak mencukupi biaya sekolah anakanak," seru perempuan itu.

Dalam tutur bahasa Acehnya yang kental, namun terkadang kedengaran patah-patah, Kak Ti kembali berkisah tentang profesi yang digelutinya itu sejak dua tahun lalu menyusul kebutuhan keluarga yang hari demi hari kian terdesak saja. "Sekiranya ada pekerjaan lain yang lebih layak tentunya saja akan meninggalkan pekerjaa ini," tutur Kak Ti seraya mengatakan mustahilnya berpekerjaan lain karena ketiadaan modal usaha.

Ya, hanya Kak Ti sendiri. Satu-satunya perempuan yang mampu dan mau melakukan pekerjaan ini. Tanpa risih, canggung atau malu-malu berada ditengah kaum lelaki bagi Kak Ti malah justeru menjadi mitra sejati dan teman sejawat dalam setiap waktu menuntaskan pekerjaannya.

Peran Pemerintah
Selintas Waspada memasuki desa ini bagai harus menyibak dedaunan yang rimbun, banyak pohon kopi, coklat dan berbagai tanaman keras lainnya menggelebat, mewartakan keindahan alam plus warganya yang mulai hidup damai setelah berhentinya permusuhan antara Pemerintah RI dan GAM lewat perjanjian penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) Helsinki, Firlandia.

Tak sedikit potensi alam Desa Blangme dapat dikembangkan, dimana sektor pertanian dan perkebunan sekiranya ditangani secara profesional dan memadai diyakini tidak hanya menguntungkan bagi segenap warganya. Namun, bisa memperbanyak pundi PAD Kabupaten Bireuen itu sendiri.

Sementara itu, Kak Ti pun akan membuka usahanya yang baru semacam dagangan keliling menjual kain atau pakaian jadi lainnya yang tak seberat pekrjaannya saat ini. Dia pun tak lagi merasakan hidupnya "prihatin" seperti tabalan dibelakang nama Darmini Prihatin. Sayangnya Kak Ti belum ada modal. Prihatin. Dan, haruskan dia prihatin untuk selamanya ?

P-SOLAM Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.