Legenda Simardan Perlu Dilestarikan
Guna pengembangan objek wisata, sudah waktunya Pemko Tanjungbalai melakukan pelestarian budaya dengan memugar lokasi-lokasi yang dianggap mempunyai cerita legenda salah satunya "Simardan anak durhaka"
Simardan legenda rakyat yang dikenal di Tanjungbalai ini, terdapat di daerah Pulau Simardan Kecamatan Datuk Bandar, kalau dibenahi akan menjadi salah satu objek wisata untuk mendukung pengembangan program pemerintah lainnya.
Meski lokasi tenggelamnya masih beragam, namun menurut cerita masyarakat, sebagian mengatakan tenggelamnya kapal Simardan dari depan Pohon Sono ke arah pulau tengah persis dekat pembuatan kapal milik Roni.
"Kepercayaan masyarakat disini mengatakan, letak buritan kapal dekat pembuatan kapal milik Roni, maka masyarakat di sekitar itu kehidupannya tidak pernah naik, sebab lokasi pemukiman persis tempat masak dan tempat buang hajat simardan," ujar Acil Siagian salah seorang warga Pulau Simardan.
Berbeda dengan cerita Wak Normah (84 tahun) Penduduk Jalan Aman Pulau Simardan Tengah, tenggelamnya Kapal Simardan di pulau tengah di mana haluannya berada di daerah Jalan Busa Billah persis di belakang rumah milik Almarhum Rahman Kasura. Sedangkan buritan kapal berada di dekat dok milik Roni persis dekat sungai, dahulu kalau air pasang banyak didapat terapung barang sejenis manik- manik, periuk tembaga, termasuk sebelah selop sepanjang 40 cm.
Menurut Normah, pada tahun 1940 lalu, tiang kapal milik Simardan masih berdiri. Tetapi tiang ini sudah dibalut kayu berakar sejenis pohon nam-nam yang sangat tinggi, sehingga kalau dipanjat dapat melihat inti Kota Tanjungbalai. Di tiang kapal ini banyak terdapat binatang ganjil seperti buaya ekor puntung, katak berekor, monyet putih, dan di bawahnya terdapat sumur berisi ikan sinangin dan udang.
Batang kayu nam-nam ini kalau dipotong akan mengeluarkan air seperti susu, tetapi saat panas hari air yang keluar seperti darah.
"Pada tahun 1940, kayu ditebang orangtua Normah untuk membuat tiang rumahnya, saya ikut memikul kayu tersebut dan di dalam balutan batang kayu ini persis menyerupai tiang kapal yang bentuknya semakin ke atas lebih besar," kenangnya.
Hal yang sama juga diceritakan Ibu Nurhani (83) Penduduk Jalan Busa Billah Pulau Tengah tentang tiang perahu kapal milik Simardan. "Tetapi saat pohon ini ditumbangkan keadaan batangnya sudah berwarna hitam," ujar Ibu Nurhani.
Sambil menunjuk ke belakang rumahnya persis di tempat sedikit bersemak dia menyebutkan, "di sanalah dahulu tiang kapal milik simardan tenggelam, sampai sekarang orang-orang luar banyak datang berziarah."
Simardan dahulu tinggal bersama ibunya di daerah Porsea, karena kehidupan dirinya permisi pada ibunya untuk merantau. Bertahun-tahun tidak pulang, sang ibu mendengar dari orang lain bahwa anaknya sudah kaya raya dan akan singgah ke daerah Tanjungbalai dengan isterinya yang cantik.
Mendengar anaknya berada di daerah Tanjungbalai, ibu yang sudah merindukan anak laki-laki satu-satunya berjalan kaki dari Porsea menuju Tanjungbalai. Rasa besar hati dipanggang daging ditusuk dengan kayu mali-mali. Sesampai di daerah Tanjungbalai dengan rasa gembira ibu menyebut nama "simardan". Tetapi sang anak yang sudah kaya ini seolah-olah tidak mengenal ibunda yang telah membesarkannya, apalagi pertemuan ini di depan putri cantik.
Dengan rasa kecewa sang ibu pulang kembali ke porsea dengan meminta kepada Tuhan agar Simardan dikutuk. Ternyata perbuatan Simardan terhadap ibunya mendapat ganjaran dari Tuhan kapal mewah miliknya kandas dan tenggelam di daerah pulau, yang sampai saat ini disebut Pulau Simardan. Kuburan ibunya sekarang berada di daerah Bandar Pulau menuju ke Batu Gajah. Meninggal di sana karena sedih saat menuju “ke porsea itulah kuburan ibunda Simardan" tertulis pada papan kalau kita ke sana.
Inilah singkat hikayat Simardan anak durhaka yang salah satunya dapat dijadikan objek wisata oleh Pemko Tanjungbalai. Hendaknya dapat dipugar untuk dijadikan bahan cerita legenda di daerah ini, terutama generasi muda yang sudah memang krisis tentang legenda yang banyak terdapat di Daerah Tanjungbalai.
Adisastra >> Global | Tanjungbalai
Guna pengembangan objek wisata, sudah waktunya Pemko Tanjungbalai melakukan pelestarian budaya dengan memugar lokasi-lokasi yang dianggap mempunyai cerita legenda salah satunya "Simardan anak durhaka"
Simardan legenda rakyat yang dikenal di Tanjungbalai ini, terdapat di daerah Pulau Simardan Kecamatan Datuk Bandar, kalau dibenahi akan menjadi salah satu objek wisata untuk mendukung pengembangan program pemerintah lainnya.
Meski lokasi tenggelamnya masih beragam, namun menurut cerita masyarakat, sebagian mengatakan tenggelamnya kapal Simardan dari depan Pohon Sono ke arah pulau tengah persis dekat pembuatan kapal milik Roni.
"Kepercayaan masyarakat disini mengatakan, letak buritan kapal dekat pembuatan kapal milik Roni, maka masyarakat di sekitar itu kehidupannya tidak pernah naik, sebab lokasi pemukiman persis tempat masak dan tempat buang hajat simardan," ujar Acil Siagian salah seorang warga Pulau Simardan.
Berbeda dengan cerita Wak Normah (84 tahun) Penduduk Jalan Aman Pulau Simardan Tengah, tenggelamnya Kapal Simardan di pulau tengah di mana haluannya berada di daerah Jalan Busa Billah persis di belakang rumah milik Almarhum Rahman Kasura. Sedangkan buritan kapal berada di dekat dok milik Roni persis dekat sungai, dahulu kalau air pasang banyak didapat terapung barang sejenis manik- manik, periuk tembaga, termasuk sebelah selop sepanjang 40 cm.
Menurut Normah, pada tahun 1940 lalu, tiang kapal milik Simardan masih berdiri. Tetapi tiang ini sudah dibalut kayu berakar sejenis pohon nam-nam yang sangat tinggi, sehingga kalau dipanjat dapat melihat inti Kota Tanjungbalai. Di tiang kapal ini banyak terdapat binatang ganjil seperti buaya ekor puntung, katak berekor, monyet putih, dan di bawahnya terdapat sumur berisi ikan sinangin dan udang.
Batang kayu nam-nam ini kalau dipotong akan mengeluarkan air seperti susu, tetapi saat panas hari air yang keluar seperti darah.
"Pada tahun 1940, kayu ditebang orangtua Normah untuk membuat tiang rumahnya, saya ikut memikul kayu tersebut dan di dalam balutan batang kayu ini persis menyerupai tiang kapal yang bentuknya semakin ke atas lebih besar," kenangnya.
Hal yang sama juga diceritakan Ibu Nurhani (83) Penduduk Jalan Busa Billah Pulau Tengah tentang tiang perahu kapal milik Simardan. "Tetapi saat pohon ini ditumbangkan keadaan batangnya sudah berwarna hitam," ujar Ibu Nurhani.
Sambil menunjuk ke belakang rumahnya persis di tempat sedikit bersemak dia menyebutkan, "di sanalah dahulu tiang kapal milik simardan tenggelam, sampai sekarang orang-orang luar banyak datang berziarah."
Simardan dahulu tinggal bersama ibunya di daerah Porsea, karena kehidupan dirinya permisi pada ibunya untuk merantau. Bertahun-tahun tidak pulang, sang ibu mendengar dari orang lain bahwa anaknya sudah kaya raya dan akan singgah ke daerah Tanjungbalai dengan isterinya yang cantik.
Mendengar anaknya berada di daerah Tanjungbalai, ibu yang sudah merindukan anak laki-laki satu-satunya berjalan kaki dari Porsea menuju Tanjungbalai. Rasa besar hati dipanggang daging ditusuk dengan kayu mali-mali. Sesampai di daerah Tanjungbalai dengan rasa gembira ibu menyebut nama "simardan". Tetapi sang anak yang sudah kaya ini seolah-olah tidak mengenal ibunda yang telah membesarkannya, apalagi pertemuan ini di depan putri cantik.
Dengan rasa kecewa sang ibu pulang kembali ke porsea dengan meminta kepada Tuhan agar Simardan dikutuk. Ternyata perbuatan Simardan terhadap ibunya mendapat ganjaran dari Tuhan kapal mewah miliknya kandas dan tenggelam di daerah pulau, yang sampai saat ini disebut Pulau Simardan. Kuburan ibunya sekarang berada di daerah Bandar Pulau menuju ke Batu Gajah. Meninggal di sana karena sedih saat menuju “ke porsea itulah kuburan ibunda Simardan" tertulis pada papan kalau kita ke sana.
Inilah singkat hikayat Simardan anak durhaka yang salah satunya dapat dijadikan objek wisata oleh Pemko Tanjungbalai. Hendaknya dapat dipugar untuk dijadikan bahan cerita legenda di daerah ini, terutama generasi muda yang sudah memang krisis tentang legenda yang banyak terdapat di Daerah Tanjungbalai.
Adisastra >> Global | Tanjungbalai