23 Jan 07 20:50 WIB
Larangan Ternak Babi Saja Tidak Tuntas Apalagi Ayam
WASPADA Online
Pemprov Sumut tengah merancang peraturan yang menyatakan unggas yang berkeliaran di pemukiman sebagai unggas liar alias tanpa pemilik sehingga siapa saja dapat menangkapnya untuk dimusnahkan. Unggas-unggas itu dianggap tidak ada pemiliknya, kata Gubernur Sumut melalui Kepala Badan Infokom Provinsi Sumut Eddy Syofian kepada wartawan di Medan, Senin (22/1).
Tampaknya Pemprov Sumut akan membuat Perda yang mengatur peredaran dan peternakan unggas. Regulasi itu sejalan dengan statement Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadhilah Supari yang mengatakan, kalau masalah virus flu burung (H5N1) hendak ditangani tuntas, maka pemerintah daerah harus mengeluarkan peraturan melarang warga memelihara unggas di kompleks pemukiman penduduk. Hal itu dikatakan Menkes sekaitan dengan menjangkitnya kembali virus mematikan itu di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Ibukota Jakarta.
Sejak awal 2007 setidaknya sudah empat pasien positif flu burung meninggal dunia di Jakarta, belum lagi di daerah-daerah lainnya. Kita di Sumut masih bisa sedikit tenang karena belum ada yang terdata di rumah sakit menderita sakit positif flu burung saat ini. Tahun lalu, kasus flu burung sempat mengkhawatirkan masyarakat Karo, Deliserdang dll. Walaupun penanganannya setengah hati, namun kita patut bersyukur kasus serupa belum terlihat. Walau begitu kewaspadaan perlu dilakukan. Itu sebabnya mungkin mengapa Pemprov akan membuat peraturan mengenai larangan memelihara unggas di pemukiman penduduk.
Hemat kita, peraturan tersebut perlu, terutama untuk mengatur perpindahan unggas dari satu daerah ke daerah lain. Namun begitu, soal efektivitas dan implementasinya di lapangan terpulang dari kinerja aparat dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat. Jika sosialisasinya jarang, jelas tidak efektif, maka Perda yang dimaksud bakal gagal total.
Larangan memelihara ternak babi, misalnya, sudah lama dikeluarkan. Toh, sebagian warga tetap memeliharanya. Warga yang beragama Islam pasti menentang sehingga wajar kalau mereka pun melakukan upaya hukum agar warga yang memelihara babi di rumahnya diproses hukum. Nyatanya, aparat pemerintah setempat tidak punya kemauan politik, terkesan takut terjadi hal-hal yang tidak diingini, berbau SARA, sehingga larangan ternak berkaki empat yang diharamkan dalam Islam itu pun tidak berjalan efektif. Kalau kita tarik kepada peraturan larangan pemelihara unggas yang sudah menjadi hobi/tradisi di masyarakat kita, pastilah memerlukan kerja keras untuk bisa meyakinkan mereka. Jika dipaksakan sebelum tersosialisasi dengan baik, maka yang terjadi adalah bentrok. Siapa yang ikhlas ayam peliharaannya ditangkap orang lain berdalih Perda yang tidak komperhensif.
Oleh karena itu, peraturan larangan memelihara unggas yang tidak dikandangkan belum tentu berjalan efektif. Riskan jika diterapkan. Lebih baik peraturan tersebut dibuat berdasarkan wilayah yang benar-benar rawan saja dalam penularan flu burung. Upaya yang dilakukan Pemda DKI Jakarta melakukan "jemput bola" mendatangi rumah-rumah penduduk dinilai positif. Apalagi kalau kompensasi ganti ruginya memadai. Artinya, unggas yang dimusnahkan harus diberi ganti rugi sesuai harga pasar. Harga ayam berbeda dengan harga bebek, apalagi dengan burung berkicau. Begitu juga dengan hewan berkaki empat yang juga merupakan rawan penularan N5N1. Harusnya juga diberi penanganan serupa.
Tentunya kita wajib menyelamatkan manusia ketimbang hewan, namun berbagai pertimbangan menyangkut masalah ekonomi tidak boleh diabaikan, terutama bagi peternak tradisional. Di sinilah kita harapkan Pemprov Sumut segera menindaklanjuti peraturan larangan unggas berkeliaran di pemukiman penduduk/perumahan dengan cara yang tepat. Juga mengenai larangan pemotongan ayam di luar tempat pemotongan ayam (TPA) dan rumah potong ayam (RPA) harus disikapi dengan penuh pertimbangan. Sebab, kalau hal itu dipaksakan bisa menimbulkan masalah baru. Rasanya tidak mungkin warga harus memotong ayamnya ke TPA atau RPA. Sedangkan pemotongan lembu, kerbau, babi, kambing saja tidak semuanya lewat rumah potong hewan.
Apa pun masalahnya kita harapkan pemerintah harus punya konsep yang jelas dalam menghadapi berjangkitnya virus flu burung di berbagai daerah. Kalau sudah dibuat Perda harus dijalankan dengan sepenuh hati. Harus bisa bertindak cepat dan profesional. Wabah flu burung ini bisa dituntaskan jika pemerintah serius dan tidak setengah hati dalam penanganannya.
Our Blog
- Blog Comments
- Facebook Comments
Popular Posts
-
Permulaan Generasi Pertama Manusia Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia per...
-
Si Raja Batak mempunyai dua anak yang diketahui silsilahnya sampai sekarang. Pertama Guru Tatea Bulan dan yang kedua adalah Raja Isumbaon...
-
Mengamalkan Agama Melalui Dalihan Natolu Oleh: Lamhot Simarmata Merupakan bagian dari skripsinya di IAIN Sumatera Utara, Fakultas Da...
-
ilustrasi Semangat untuk semakin meningkatkan partisipasi dalam pembangunan ekonomi tumbuh usai pendirian Koperasi Syariah 212 alias ...
-
Koperasi Syariah 212 yang baru dibentuk hari ini, Jumat (6/1) diyakini menjadi awal kebangkitan ekonomi umat. Sistem yang dikembangkan d...
-
Amerika Serikat saat ini sedang gencar menuduh dan menginvestigasi kecurangan yang terjadi dalam pilpres AS 2016. Kecurangan yang pal...
-
AS saat ini sedang menuduh Rusia mengintervensi pemilihan presiden 2016 baru-baru ini. Seorang pengamar Dr. Ron Paul dari Institute of ...
-
Pemerintah dan para penembak misterius dilaporkan telah menewaskan lebih dari 6.000 orang yang terlibat narkoba di Filipina. ( baca ) ...
-
Indonesia to open investment opportunities in twelve small and outer islands across and its welcomed by bonafide investors. However, it ...
-
Legenda Simardan Perlu Dilestarikan Guna pengembangan objek wisata, sudah waktunya Pemko Tanjungbalai melakukan pelestarian budaya den...