LAPAN: Cahaya Terang Adalah Meteor
Medan, (Analisa)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memprediksikan cahaya terang benderang yang dilihat masyarakat di Tanjung Morawa, Pematang Siantar dan Sibolangit, Sabtu (27/1) pukul 05.00 WIB yang sempat menghebohkan itu tidak lain merupakan batuan atau debu antariksa yang biasa disebut meteor.
“Bila ada benda terang jatuh atau melintas dari langit ada dua kemungkinan, yang pertama pecahan roket atau satelit jatuh ke bumi, kedua adalah meteor,” demikian diungkapkan Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa LAPAN, Dr Thomas Jamaluddin saat dihubungi Analisa melalui telepon, Selasa (30/1).
Menurut pengakuan Thomas, pihaknya sudah memeriksa benda jatuh antariksa, namun tidak didapatkan informasi adanya pecahan roket atau satelit yang jatuh pada 27 Januari 2007. “Jadi kemungkinan besar obyek terang itu adalah meteor,” tegasnya.
Meteor secara ilmiah, lanjut Thomas, adalah batuan atau debu antariksa yang disebut meteoroid masuk ke atmosfer bumi. Karena gesekan dengan udara, pada ketinggian sekitar 100 km batuan atau debu antariksa itu menjadi panas dan berpijar sehingga terlihat bersinar.
“Semakin besar batuannya, maka cahayanya juga akan semakin terang,” cetus Thomas yang berkantor di Bandung ini seraya menambahkan meteor yang sangat terang itu disebut juga sebagai “bola api”.
“Karena terbakar pada ketinggian sekitar 100 km, maka bola api itu dapat dilihat dari daerah yang luas,” katanya lagi.
ROTASI BUMI
Menurut Thomas, meteor terang lebih banyak teramati setelah tengah malam hingga pagi hari. Hal ini dikarenakan faktor rotasi bumi dan kecepatan revolusi bumi mengitari matahari saling memperkuat. Sehingga kecepatan masuk atmosfernya juga menjadi lebih besar.
Dijelaskan Thomas, masuknya meteoroid ke atmosfer bumi sebenarnya secara rutin terjadi. “Setiap tahun bumi kita dihujani 16.000 hingga 86.000 ton batuan atau debu antariksa,” tuturnya. Sebagian besar berupa debu yang tampak seperti bintang berpindah atau bintang jatuh.
“Hanya sedikit saja yang berukuran besar dan tampak sebagai bola api,” jelasnya sembari menyebutkan LAPAN mempunyai fasilitas radar pengamatan meteor (Meteor Wind Radar) dan alat tersebut berada di Kototabang Kabupaten Agam, dekat Bukittinggi.
Dikatakan Thomas terlihatnya meteor atau bola api bukanlah pertanda bencana, dan tidak ada bahayanya. Kecuali bila hasil pembakaran di atmosfer bersisa sebagai batu meteoroid yang mungkin berbahaya bila kejatuhan.
“Kesimpulannya, obyek terang yang terlihat itu sangat mungkin merupakan salah satu bola api atau meteor yang sangat terang pada ketinggian sekitar 100 km. Obyek itu tidak berbahaya dan bukan pertanda bencana,” tandasnya.
GEJALAN ALAM BIASA
Sementara itu Ketua Komisi Fatwa MUI Sumut Dr Lahmuddin Nasution MA kepada Analisa, Selasa (30/1). mengatakan, kilatan cahaya yang sempat disaksikan sebagian masyarakat Kecamatan Tanjung Morawa maupun beberapa daerah lainnya, diyakini hanya gejala alam biasa dan tidak ada hal lain yang terkandung di dalamnya.
Jadi sepanjang kejadian tersebut tidak sampai merengut korban ataupun kerusakan alam lainnya, maka tidak perlu harus ditafsirkan beragam karena dikhawatirkan akan membingungkan sebagian masyarakat kita.
Jadi, sekali lagi ditegaskan bahwa kita sebagai manusia tidak memiliki hak untuk meramal terlalu jauh, terhadap setiap fenomena alam yang terjadi. “Kalau hanya melihatnya dengan mata telanjang tanpa analisis ilmiah dan mendalam, kurang cukup alasan mesti dikaitkan dengan sesuatu kejadian,” tegas Pakar Ilmu Falak Sumut ini.
Selain itu, musibah ataupun bencana alam yang terjadi di muka bumi ini, semuanya merupakan akibat dari perbuatan jahat manusia. Nah, kalau yang seperti ini, tentu tanpa diramalkan pun semua kita telah mengetahuinya, seperti terjadi banjir bandang, longsor dan lain sebagainya.
Sementara Sekretaris MUI Sumut Dr H Hasan Bakti MA secara terpisah mengatakan, gejala alam sebaiknya dilihat dari dua sisi pandangan yakni secara ilmiah maupun secara agama.
Jadi hal itu sebagai satu hal yang wajar, mengingat di langit sangat banyak terdapat bintang ataupun meteor dan selalu terbuka peluang terjadinya benturan.
Sedang dari sisi agama Islam, karena tidak pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan, maka harus dilihat sebagai gejala alam biasa.
Medan, (Analisa)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memprediksikan cahaya terang benderang yang dilihat masyarakat di Tanjung Morawa, Pematang Siantar dan Sibolangit, Sabtu (27/1) pukul 05.00 WIB yang sempat menghebohkan itu tidak lain merupakan batuan atau debu antariksa yang biasa disebut meteor.
“Bila ada benda terang jatuh atau melintas dari langit ada dua kemungkinan, yang pertama pecahan roket atau satelit jatuh ke bumi, kedua adalah meteor,” demikian diungkapkan Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa LAPAN, Dr Thomas Jamaluddin saat dihubungi Analisa melalui telepon, Selasa (30/1).
Menurut pengakuan Thomas, pihaknya sudah memeriksa benda jatuh antariksa, namun tidak didapatkan informasi adanya pecahan roket atau satelit yang jatuh pada 27 Januari 2007. “Jadi kemungkinan besar obyek terang itu adalah meteor,” tegasnya.
Meteor secara ilmiah, lanjut Thomas, adalah batuan atau debu antariksa yang disebut meteoroid masuk ke atmosfer bumi. Karena gesekan dengan udara, pada ketinggian sekitar 100 km batuan atau debu antariksa itu menjadi panas dan berpijar sehingga terlihat bersinar.
“Semakin besar batuannya, maka cahayanya juga akan semakin terang,” cetus Thomas yang berkantor di Bandung ini seraya menambahkan meteor yang sangat terang itu disebut juga sebagai “bola api”.
“Karena terbakar pada ketinggian sekitar 100 km, maka bola api itu dapat dilihat dari daerah yang luas,” katanya lagi.
ROTASI BUMI
Menurut Thomas, meteor terang lebih banyak teramati setelah tengah malam hingga pagi hari. Hal ini dikarenakan faktor rotasi bumi dan kecepatan revolusi bumi mengitari matahari saling memperkuat. Sehingga kecepatan masuk atmosfernya juga menjadi lebih besar.
Dijelaskan Thomas, masuknya meteoroid ke atmosfer bumi sebenarnya secara rutin terjadi. “Setiap tahun bumi kita dihujani 16.000 hingga 86.000 ton batuan atau debu antariksa,” tuturnya. Sebagian besar berupa debu yang tampak seperti bintang berpindah atau bintang jatuh.
“Hanya sedikit saja yang berukuran besar dan tampak sebagai bola api,” jelasnya sembari menyebutkan LAPAN mempunyai fasilitas radar pengamatan meteor (Meteor Wind Radar) dan alat tersebut berada di Kototabang Kabupaten Agam, dekat Bukittinggi.
Dikatakan Thomas terlihatnya meteor atau bola api bukanlah pertanda bencana, dan tidak ada bahayanya. Kecuali bila hasil pembakaran di atmosfer bersisa sebagai batu meteoroid yang mungkin berbahaya bila kejatuhan.
“Kesimpulannya, obyek terang yang terlihat itu sangat mungkin merupakan salah satu bola api atau meteor yang sangat terang pada ketinggian sekitar 100 km. Obyek itu tidak berbahaya dan bukan pertanda bencana,” tandasnya.
GEJALAN ALAM BIASA
Sementara itu Ketua Komisi Fatwa MUI Sumut Dr Lahmuddin Nasution MA kepada Analisa, Selasa (30/1). mengatakan, kilatan cahaya yang sempat disaksikan sebagian masyarakat Kecamatan Tanjung Morawa maupun beberapa daerah lainnya, diyakini hanya gejala alam biasa dan tidak ada hal lain yang terkandung di dalamnya.
Jadi sepanjang kejadian tersebut tidak sampai merengut korban ataupun kerusakan alam lainnya, maka tidak perlu harus ditafsirkan beragam karena dikhawatirkan akan membingungkan sebagian masyarakat kita.
Jadi, sekali lagi ditegaskan bahwa kita sebagai manusia tidak memiliki hak untuk meramal terlalu jauh, terhadap setiap fenomena alam yang terjadi. “Kalau hanya melihatnya dengan mata telanjang tanpa analisis ilmiah dan mendalam, kurang cukup alasan mesti dikaitkan dengan sesuatu kejadian,” tegas Pakar Ilmu Falak Sumut ini.
Selain itu, musibah ataupun bencana alam yang terjadi di muka bumi ini, semuanya merupakan akibat dari perbuatan jahat manusia. Nah, kalau yang seperti ini, tentu tanpa diramalkan pun semua kita telah mengetahuinya, seperti terjadi banjir bandang, longsor dan lain sebagainya.
Sementara Sekretaris MUI Sumut Dr H Hasan Bakti MA secara terpisah mengatakan, gejala alam sebaiknya dilihat dari dua sisi pandangan yakni secara ilmiah maupun secara agama.
Jadi hal itu sebagai satu hal yang wajar, mengingat di langit sangat banyak terdapat bintang ataupun meteor dan selalu terbuka peluang terjadinya benturan.
Sedang dari sisi agama Islam, karena tidak pernah bertentangan dengan ilmu pengetahuan, maka harus dilihat sebagai gejala alam biasa.