Our Blog

Arifin M Siregar

Pemimpin Bertangan Dingin


Gubernur Bank Indonesia (1983–1988) bergaya kepemimpinan konservatif, hati-hati dan bertangan dingin ini menjabat Menteri Perdagangan Kebinet Pembangunan V (1988-1993). Kemudian, Arifin dipercaya menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Amerika Serikat dan Grenada, menggantikan Abdul Rachman Ramly (Agustus 1993-Februari 1998). Dia digantikan oleh Prof Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.


'Ketika Arifin M Siregar, putera Batak kelahiran Medan, Sumatera Utara, 11 Februari 1934, ini masuk BI, 1971, perekonomian Indonesia sedang sulit. Ia ikut terpilih untuk mengatasi keadaan. Kala itu, banyak pihak menyambutnya dengan senang. Editorial di pelbagai media massa Ibu Kota menyuarakan antusiasme. Tampaknya, ia dianggap berhasil.


Pada 23 Maret 1983, ia diangkat menjadi Gubernur, setelah sebelumnya menjabat Direktur BI, dengan setingkat menteri negara. Kalangan bankir menilainya sangat cocok menjalankan kepemimpinan bergaya konservatif, seperti pendahulunya, Rachmat Saleh. Sampai awal 1985, ia selalu mengatakan, ''Saya masih harus tetap berhati-hati dan waspada dalam mengambil kebijaksanaan. Agar di belakang hari keadaan ekonomi jauh lebih baik.''


Tidak hanya dalam memimpin BI Arifin berhati-hati. Pejabat tinggi yang tidak menyukai golf ini juga memantangkan alkohol, rokok, dan tidak suka makanan berlemak. ''Di pesta-pesta, kalau tiba waktu toast, saya cukup mengangkat gelas bersama tamu lainnya. Dan saya tidak meneguk isinya,'' kata Arifin. Tidak berarti ''anak Medan'' ini kaku. '



'Meskipun tak pernah mabuk, di pesta saya dikenal biang hura-hura,'' katanya. Banyak orang tahu maksudnya; ia mudah bergaul.Hingga lulus SMA, anak kedua dari tiga bersaudara ini menunggui -- kota kelahirannya. ''Waktu kecil saya suka memancing lele, belut, dan ikan gabus,'' tuturnya. Umpannya kodok kecil dan cacing. Sering pula ia bermain layang-layang, bahkan berantem. ''Semua jenis permainan anak-anak sudah saya alami,'' katanya.


Setamat SMA, Arifin merantau ke Eropa. Ayahnya, Maskud Siregar, bekas pengusaha ekspor impor, rupanya tidak selalu mengiriminya banyak uang. Sehingga, ''Saya terpaksa kuliah sambil bekerja,'' kata Arifin. Setelah belasan tahun di rantau, pada Februari 1960 Arifin berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ekonomi, dengan yudisium magna cum laude, dari Munster Universitat, Jerman Barat. Disertasinya berjudul Die Asussenwirtschaft und wirtschaftliche Entwicklung Indoneisens (Perdagangan Luar Negeri dan Perkembangan Ekonomi Indonesia). Setahun kemudian, 1961, karya tersebut dibukukan.


Sebenarnya, ''Saya ini bukan anak yang pandai. IQ saya pun biasa-biasa saja,'' katanya. ''Tetapi, saya memiliki kemauan kuat.'' Lebih dari itu, ''Ibu sayalah yang mendorong keberhasilan saya.'' Sang ibu, Siti Maimun Pulungan, sudah wafat.


Ayah tiga anak -- satu telah meninggal -- ini rupanya tidak banyak melakukan olah raga, selain sekali-sekali jogging dan jalan kaki. Kerjanya cukup keras. Setiap hari, ia mulai pukul 08.00 dan pulang ke rumah rata-rata pukul 19.00. Sampai awal 1985, ''Sejak saya kerja di BI baru dua kali ambil cuti,'' katanya. Istrinya, Hadiati yang keturunan Jawa, memaklumi keadaan itu.


Selain untuk bersantai dengan keluarga, waktu senggangnya ia manfaatkan pula menekuni bacaan. Di luar karya William Shakespeare, ia juga membaca Goethe, Imanuel Kant, dan Jean Paul Sartre. Laki-laki yang mengaku dirinya sebagai ''Batak kesasar, lantaran tidak bisa main catur dan musik,'' ini fasih berbahasa Belanda, Prancis, Inggris, dan Jerman.

P-SOLAM Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.